Selasa, 27 April 2010

Kota Jeddah bukan Miqat

Kota Jeddah Bukan Miqat

penulis Al-Ustadz Qomar ZA Lc
Syariah Problema Anda 24 - Desember - 2006 08:46:50

Apakah Jeddah bisa menjadi miqat sebagai pengganti Yalamlam krn sebagian ulama membolehkannya?

Jawab:
Dalil dlm menentukan miqat adl hadits yg diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dlm Shahih kedua dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

إِنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَّتَ لأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ، وَلأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ، وَلأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ، وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ، هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ، وَمَنْ كَانَ دُوْنَ ذلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ

“Sesungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan Dzul Hulaifah sebagai miqat bagi penduduk Madinah Al-Juhfah bagi penduduk Syam Qarnul Manazil bagi penduduk Najd dan Yalamlam bagi penduduk Yaman. Miqat-miqat itu bagi penduduk negeri itu dan selain mereka yg melewati utk pergi haji atau umrah. Dan orang yg kurang dari jarak itu mk dia berihram dari tempat dia memulai sampai penduduk Makkah berihram dari Makkah.”
Juga dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَّتَ لأَهْلِ الْعِرَاقِ ذَاتَ عِرْقٍ

“Bahwasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan Dzatu ‘Irqin sebagai miqat bagi penduduk Irak.”
Abu Dawud dan Al-Mundziri mendiamkan riwayat ini sedangkan Ibnu Hajar dlm At-Talkhis mengatakan: “Hadits itu merupakan riwayat Ibnul Qasim dari ‘Aisyah. Al-Mu’afa bin ‘Imran menyendiri dlm meriwayatkan dari Aflah dari Ibnul Qasim dan Al-Mu’afa dapat dipercaya.”
Miqat-miqat ini berlaku bagi penduduk daerah tersebut atau penduduk daerah lain yg melalui utk pergi haji atau umrah. Adapun orang yg tinggal di dlm batas itu mk berihram dari tempat dia memulai ihram sampaipun penduduk Makkah berihram dari Makkah. Namun orang yg hendak melakukan umrah sementara dia berada dlm wilayah tanah Al-Haram mk dia keluar ke daerah yg halal lalu melakukan ihram dari situ. Sebagaimana hal ini terjadi pada ‘Aisyah dgn perintah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sesungguh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abdurrahman bin Abu Bakr radhiyallahu ‘anhuma saudara laki2 ‘Aisyah agar keluar bersama ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ke Tan’im utk melakukan umrah. Hal ini terjadi setelah haji wada’.
Dan di antara miqat-miqat yg telah disebutkan adl Yalamlam. Sehingga barang-siapa yg melewati utk pergi haji atau umrah baik penduduk Yalamlam atau bukan mk ia berihram darinya. Bagi orang yg berada di pesawat udara dia wajib utk berihram ketika sejajar dgn miqat. Sebagaimana wajib pula bagi yg naik kapal laut utk berihram apabila sejajar dgn miqatnya.
Jeddah merupakan miqat bagi penduduk Jeddah dan orang yg tinggal di sana apabila ingin haji atau umrah. Adapun menjadikan Jeddah sebagai miqat pengganti Yalamlam mk tdk ada dalilnya. Sehingga barangsiapa yg melewati Yalamlam dlm keadaan dia tdk berihram mk wajib membayar dam. Demikian juga orang2 yg melewati miqat yg lain utk pergi haji atau umrah. Karena miqat adl Yalamlam sementara jarak antara Makkah dan Yalamlam lbh jauh daripada jarak antara Makkah dan Jeddah.
Allah-lah yg memberi taufiq. Semoga shalawat dan salam-Nya tercurah kepada Nabi kita Muhammad keluarga dan para shahabatnya.
Al-Lajnah Ad-Da‘imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta‘ }
Ketua: Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil: Abdurrazzaq ‘Afifi
Dinukil dari Fatawa Al-Lajnah Ad-Da‘imah . Lihat pula pembahasan yg semakna dlm Taisirul ‘Allam dan Fatawa Arkanul Islam karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin .
Demikianlah hendak hal ini menjadi perhatian bagi tiap jamaah haji yg menginginkan kebaikan utk dirinya. Solusi mudah yaitu dgn kita memulai memakai ihram sebelum naik pesawat atau ketika berada di atas pesawat. Kemudian bila sudah sejajar dgn miqat kita berniat ihram dan bertalbiyah.
Selama anda berpegang dgn kebenaran janganlah malu. Tidak usah peduli dgn cemoohan orang dan omongan mereka krn ini adl masalah serius: masalah ibadah.

HUKUM MENGULANG UMRAH DARI TAN’IM
Penjelasan: Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَرْدِفْ أُخْتَكَ عَائِشَةَ فَأَعْمِرْهَا مِنَ التَّنْعِيْمِ فَإِذَا هَبَطْتَ اْلأَكَمَةَ فَمُرْهَا فَلْتُحْرِمْ فَإِنَّهَا عُمْرَةٌُ مُتَقَبَّلَةٌ

“Boncengkan saudara perempuanmu ‘Aisyah umrahkan dia dari Tan’im. Apabila engkau sampai di bukit mk perintahkanlah dia utk melakukan ihram. Sesungguh itu adl umrah yg diterima.”
Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim disebutkan:

هَذِهِ مَكَانُ عُمْرَتِكِ

“Ini sebagai pengganti umrahmu.”
Dalam riwayat ini ada isyarat tentang alasan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah utk melakukan umrah setelah haji. Berikut ini penjelasannya:
‘Aisyah telah berihram dgn niat umrah ketika haji bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam… Tatkala sampai di Sarif –sebuah tempat di dekat Makkah– ia mengalami haid sehingga tdk dapat menyempurnakan umrah dan tahallul dari umrah dgn melakukan thawaf di Ka’bah. Dan ‘Aisyah telah mengatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguh aku telah berniat umrah mk bagaimana yg harus aku lakukan dgn hajiku?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Lepaskanlah ikatan kepalamu sisirlah dan berhentilah dari umrah. Lalu niatkan haji dan lakukan seperti apa yg dilakukan oleh jamaah haji tetapi engkau jangan thawaf dan jangan shalat sampai engkau suci.” ‘Aisyah pun melakukannya…
: “orang2 kembali dgn haji dan umrah. Sementara aku kembali dgn haji saja?” Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adl orang yg memudahkan urusan bila Aisyah menghendaki sesuatu mk beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menurutinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengutus bersama saudara laki2 Abdurrahman sehingga berihram utk umrah dari Tan’im.
Dari riwayat-riwayat yg kami sebutkan ini –dan semua shahih– jelaslah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah memerintahkan ‘Aisyah utk melakukan umrah setelah haji sebagai ganti dari umrah tamattu’ yg luput dari krn haid. Oleh krn itu para ulama mengatakan bahwa sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg lalu: “Ini sebagai ganti umrahmu” maksud umrah yg terpisah dari haji yg mana orang selain Aisyah telah bertahallul dari ketika di Makkah kemudian mereka memulai haji tersendiri.
Bila engkau mengetahui hal ini nampak dgn jelas bagimu bahwa umrah ini khusus bagi orang yg haid yg tdk dapat menyempurnakan umrah hajinya. Sehingga hal ini tdk disyariatkan utk wanita yg suci terlebih lagi kaum lelaki. Dari sinilah nampak rahasia mengapa ulama salaf menghindari umrah tersebut. Nampak pula sebab penegasan sebagian ulama salaf tentang dibenci hal itu. Bahkan tdk ada riwayat yg shahih dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha sendiri bahwa beliau radhiyallahu ‘anha pernah mengamalkan . Sungguh bila beliau radhiyallahu ‘anha melakukan haji lalu tinggal sampai datang bulan Muharram mk beliau pergi ke Juhfah dan berihram dari utk umrah sebagaimana disebutkan dlm Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah .
Dan yg semakna dgn ini telah diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dlm kitab As-Sunanul Kubra dari Sa’id bin Al-Musayyib bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha melakukan umrah di akhir bulan Dzulhijjah dari Juhfah. Sanad riwayat ini shahih.
Oleh krn itu Ibnu Taimiyyah berkata dlm Al-Ikhtiyarat Al-’Ilmiyyah : “Dibenci keluar dari Makkah utk melakukan umrah sunnah. Itu adl bid’ah. Tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat di masa beliau baik di bulan Ramadhan atau selainnya. Juga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk memerintahkan ‘Aisyah utk melakukan namun sekedar mengijinkan setelah berulang-ulang meminta utk menenangkan kalbunya. Sementara thawaf di Ka’bah lbh utama dari keluar menurut kesepakatan . Namun hal itu boleh menurut orang yg tdk membencinya.”
Berikut ini adl ringkasan dari sebagian jawaban Ibnu Taimiyyah yg tercantum dlm Majmu’ Fatawa beliau mengatakan : “Oleh krn itu para ulama salaf dan para imam melarang perbuatan itu. Sehingga Sa’id bin Manshur meriwayatkan dlm kitab Sunan- dari Thawus –murid Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yg paling mulia– bahwa dia mengatakan: ‘Orang yg melakukan umrah dari Tan’im saya tdk tahu apakah mereka akan diberi pahala atau disiksa.’ Dikatakan kepada beliau: ‘Mengapa mereka disiksa?’ Beliau menjawab: ‘Karena ia meninggalkan thawaf di Ka’bah lalu keluar sejauh empat mil lalu datang lagi. Dan dia datang berjalan dari jarak empat mil ia bisa thawaf 200 putaran. Dan tiap putaran di Ka’bah adl lbh baik dari dia berjalan tanpa mendapat apapun.’ Riwayat ini disetujui oleh Al-Imam Ahmad.
‘Atha` bin As-Sa`ib mengatakan: ‘Kami melakukan umrah setelah haji mk Sa’id bin Jubair mencela kami krn perbuatan itu.’ Ada ulama yg lain yg membolehkan namun mereka sendiri tdk melakukannya…”
Ibnul Qayyim dlm kitab Zadul Ma’ad : “Tidak pernah ada satu umrah pun dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dgn cara keluar dari Makkah seperti yg dilakukan kebanyakan orang2 di masa ini. Umrah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam semua hanyalah ketika beliau masuk ke Makkah. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah tinggal di Makkah selama 13 tahun setelah turun wahyu namun selama itu sama sekali tdk pernah dinukilkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam umrah dgn keluar dari Makkah dahulu.
Sehingga umrah yg dilakukan dan disyariatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adl umrah orang yg masuk ke Makkah bukan orang yg berada di Makkah lalu keluar ke tanah halal utk melakukan umrah. Tidak ada seorang pun yg melakukan umrah semacam ini selama masa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha sendiri di antara seluruh orang yg bersama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Itu krn ‘Aisyah telah meniatkan ihram utk umrah lalu ia haid. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan utk memasukkan haji pada umrah sehingga ia melaksanakan haji qiran. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan kepada bahwa thawaf dan sa’i antara Shafa dan Marwah telah mewakili haji dan umrahnya. Ia pun bersedih krn teman-teman kembali dgn haji dan umrah yg terpisah dgn melakukan haji tamattu’ tdk haid dan tdk melakukan haji qiran. Sementara ia kembali dgn umrah yg terkandung dlm hajinya. Sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan saudara laki2 agar mengumrahkan dari Tan’im utk menenangkan kalbunya. Sedangkan saudara laki2 itu tidaklah ikut umrah dari Tan’im dlm masa haji itu. Demikian juga orang lain yg bersama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk ada yg ikut melakukannya.”

Sumber: www.asysyariah.com